Pages

Saturday, May 18, 2013

Menakar Maslahah Mecca Mean Time (MMT)

Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag (Kasubdit Binsyar dan Hisab Rukyah Kemenag RI
Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Falak Indonesia
)




Sabtu, 11 Mei 2013 Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengadakan Halaqah Nasional  Mecca Mean Time (MMT) sebagai Acuan Waktu Internasional. Sebagai Narasumber Dr. Syeh Mas’ud wakil dari Duta Besar Arab Saudi, Tengku KH Zulkarnaen, MA (dari MUI Pusat), Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dari Lapan, dan saya sendiri selaku Ketua Umum Asosiasi Dosen Falak Indonesia dan sebagai keynote speaker Prof. Dr. H. Muhammadiyah Amin, M. Ag, Sekretaris Dirjen Bimas Islam Kemenag RI.

Halaqah ini diilhami dari temuan awal tahun 1977 oleh Prof Dr Hosien Kamaluddin Ibrahim, seorang ilmuwan yang berasal dari Mesir yakni sebuah penemuan yang cukup menggemparkan dunia yaitu tentang kota mekkah sebagai pusat dunia. Beliau berkesimpulan seperti itu karena telah melakukan sebuah eksperimen dengan menggunakan perkiraan matematika dan kaidah spherical trigonometri (segitiga bola), Hosien menyimpulkan, kedudukan Makkah berada di tengah-tengah daratan bumi. Temuan tidak tidak sengaja ini berawal dari niat melakukan penelitian untuk menemukan alat yang dapat membantu setiap orang di manapun berada untuk dapat mengetahui arah kiblat, malahan menemukan bahwa kota Makkah berada di tengah-tengah bumi.

Sehingga sebagai tindak lanjut penemuan tersebut, pada hari Sabtu tanggal 19 April 2008 di Doha, Qatar, berlangsung konferensi ilmiah yang sangat penting bagi dunia Islam. Sejumlah ilmuwan dan ulama Islam berkumpul, mendiskusikan kemungkinan mengalihkan perhitungan waktu yang sudah baku selama ini, dari mengacu pada Greenwich Meridian Time (GMT) sebagai meridian nol, berganti menjadikan Makkah sebagai awal mula perhitungan waktu. Konferensi ilmiah yang dibuka oleh Dr Yusuf Qardhawi itu bertema: Makkah Sebagai Pusat Bumi, Antara Praktik dan Teori”. Hadir pula sebagai pembahas geolog Mesir, Dr Zaglur Najjar, yang juga dosen ilmu bumi di Wales University, Inggris; dan saintis yang memelopori jam Makkah, Ir Yaseen Shaok. Hasil konferensi itu mengimbau umat Islam sedunia menjadikan Makkah–Ka’bah berada di 21 derajat 25 menit 25 detik lintang utara dan 39 derajat 49 menit 39 detik bujur timur–sebagai titik awal perhitungan waktu. Alasannya sederhana, Makkah, menurut kajian ilmiah, adalah ‘pusat bumi’.

Dengan banyaknya pertanyaan dari masyarakat muslim Indonesia tentang Mecca Mean Time  (MMT) tersebut, maka Komisi Ukhuwwah MUI Pusat mengadakan Halaqah ini, dengan catatan penting sebagaimana  saya paparkan ini.


Belajar dari Sejarah Greenwich

Greenwich yang selama ini dijadikan sebagai pusat perhitungan waktu atau yang lebih dikenal dengan Greenwich Meridian Time (GMT) merupakan kota kecil yang berada di Inggris. Alasan penetapan Greenwich sebagai pusat waktu karena pada saat itu Greenwich adalah sebuah kota pelabuhan yang dijadikan pusat pelayaran bagi Inggris yang pada waktu merupakan negara kolonial super power yang memiliki daerah jajahan terluas di dunia. Sehingga wajar saja kota tersebut dijadikan sebagai titik awal mula perhitungan waktu, apalagi yang menetapkan GMT adalah Inggris sendiri. Sehingga, menurut saya, penetapan tersebut adalah sebuah monopoli Inggris dalam mewujudkan salah satu ambisinya, yaitu mencari kejayaan dengan menjadikan Greenwich sebagai kiblat waktu sehingga seluruh negara di dunia akan mengenal Inggris. Yang pada akhirnya dengan keadaan yang sudah seperti itu, menjadi mudah bagi Inggris untuk mengembangkan seluruh aspek yang mendukung terwujudnya kejayaan, antara lain: ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya.

Oleh karena itu kota Makkah, yang menurut penelitian merupakan pusat bumi dan pusat kebudayaan, jika berkeinginan ditetapkan sebagai titik nol meridian, untuk menggantikan Greenwich, kiranya perlu langkah politik strategis Internasional yang harus dilakukan oleh umat Islam dengan mengaca pada langkah-langkah dalam penetapan Greenwich sebagai titik nol meridiam.


Pertimbangan Maslahah

Untuk penentuan sebuah kota sebagai titik pusat awal mula perhitungan waktu, perlu dilihat berbagai aspek yang mengelilinginya di antara aspek objektif ilmiah dan aspek sosial kemasyarakatan atau yang lebih dikenal dengan kemaslahatan dalam masyarakat. Jika melihat aspek keobjektif ilmiahnya, memang Makkah lebih cocok dijadikan pusat waktu dunia dibandingkan Greenwich. Walaupun sebenarnya, penetapan kota sebagai pusat waktu dunia bisa di kota apa saja dan di mana saja, karena yang dimaksud titik pusat waktu dunia adalah koordianat titik nol derajat bujur. Hal ini berbeda dengan titik nol derajat lintang, yang berarti titik tersebut harus benar-benar dilalui oleh lingkaran yang dilewati oleh matahari ketika berkulminasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan garis katulistiwa.

Namun demikian, jika melihat aspek sosial kemasyarakatan yang telah mapan, ditemukan beberapa masalah yang akan muncul dan perlu untuk dipertimbangkan, seperti timbulnya kebingungan masyarakat sebagai akibat perpindahan pusat waktu dunia tersebut. Karena selama ini masyarakat sudah terbiasa dengan Greenwich sebagai pusat waktu dunia. Karena selama ini seluruh kegiatan sosial  dunia merujuk pada waktu Greenwich, mulai dari transaksi perekonomian, perhitungan waktu kegiatan, seluruhnya merujuk perhitungan waktu Greenwich. Sehingga hal ini patut untuk dipertimbangkan ketika sekelompok umat Islam menginginkan Makkah sebagai pusat waktu dunia.

Di samping, upaya menjadikan Makkah menggantikan Greenwich membutuhkan perubahan peradaban dengan melakukan sosialisasi yang sangat besar dengan cost yang tidak sedikit. Untuk itu, perlu dipertimbangkan seberapa besar kemaslahatannya, ataukah kemadharatan yang akan timbul dari perubahan GMT menjadi MMT. Dengan melihat aspek sosialnya, penetapan Makkah sebagai titik awal waktu dunia belum begitu efektif mengingat efek-efek yang akan ditimbulkan. Walaupun demikian, ada kemungkinan keinginan umat Islam untuk menjadikan Makkah sebagai pusat waktu dunia bisa terwujud, karena melihat bukti ilmiah yang telah ditemukan.

Namun demikian, dari perjalanan wacana MMT ini kiranya yang perlu terlebih dahulu ditindaklanjuti secara konkrit dalam sebuah rekomendasi adalah bagaimana merealisasikan niat awal penelitian Prof. Dr. Hosien Kamaluddin Ibrahim yakni mewujudkan sebuah alat yang canggih yang berada di jam Raksasa Makkah yang dapat menunjukkan arah menghadap kiblat untuk komunitas muslim yang jauh dari Makkah dan secara kontinu bersinambungan diadakan halaqah internasional yang mengawal ide Mecca Mean Time (MMT) ini. Waallahu a’lam bishshawab.

0 comments:

Post a Comment