SEJARAH KEMENTRIAN AGAMA
Kementrian agama RI didirikan pada tanggal 3 januari
1946, atau tepatnya lima bulan setelah indonesia merdeka, dengan materinya yg
pertama H. Rasyidi, BA (berdasarkan penetapan pemerintah no.1 s/d tahun 1946)
dan aktif pada tanggal 12 maret 1946, yaitu setelah dicapainya Consensus dalam rapat bidang pekerja komite nasional
pusat (BPKNP) tanggal 25 s/d 27 november 1946 bertempat di fakultas kedoktoran
salemba jakarta.
Adapun maksud didirikan kementrian agama adalah untuk memenuhi maksud pasal 29 UUD
1945 (pernyataan kementrian agama I) (pertama) dalam konferensi dinas djawatan
agama tanggal 17 maret 1946 dimadura.
Seiring dengan waktu, Organisasi kementrian agama
mengembangkan strukturnya sampai kesetiap provinsi dan kabupaten/ kota yang ada
diseluruh indonesi, salah satu diantaranya kntor kementrian agama pada tahun 1946, sumatra masih merupakan satu
provinsi dengan gubernurnya Mr. Teuku
Moheh. Hasan yang berasal dari aceh.
Djwatan agama sumatra pada waktu itu oleh pemerintah
dipercayakan kepada H. Muchtar Yahya.
Kedudukannya masih dibawah gubernur, dan berubah
pada tahun 1956. Dengn berubahnya struktur pemerintah. Daerah aceh dijadikan Daeah Istimewa Aceh yang kedudukannya
di kutaraja (banda aceh) dan untuk
memimpin djawatan Agama Daerah Istimewa Aceh pada masa itu ditunjuk: Tengku Wahab Seulimum.
A.
SEJARAH
PERUBAHAN NAMA
Seiring Dengan Keluarnya Keputusannya menteri Agama
RI No 53 tahun 1971 tentang struktur Organisasi, Tugas, wewenang dan tata kerja
Instansi Kementriannya Agama Daerah, jika sebelumnya koordinator kepala
Djawatan Urusan Agama Pimpinan Perwakilan Departemen Agama. Maka sejak istilah
kepada Djawatan, diganti dengan kepala perwakilan sebagai Pimpinan untuk
Perwakilan Departemen Agama.
B.
SEJARAH
KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KAB. ACEH
TIMUR
Dalam rangka untuk meningkatkan peran Agama dalam
ranah kehidupan berbangsa dan bernegara, pada tahun 1946 oleh pimpinan daerah
Kabupaten Aceh Timur pada masa itu adalah : T. Djohansyah alias Ampon
Djohan menunjuk secara lisan tempat
perkantoran untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan dalam wilayah
kabupaten aceh timur yang bernama kantor Perwakilan Agama Kabupaten Aceh Timur
yang berkedudukan Kantor dijalan Jend. A Yani No. 21 Gampong Jawa Langsa,
dengan luas tanah 1.525 M2 yang diatasnya waktu itu berdiri Bangunan
Peninggalan Kolonial Belanda, bertiang kayu bakau dan berdinding papan, sebagai
kepala Perwakilan Agama Kabupaten Aceh Timur pada waktu itu dipimpin oleh : Tgk. Mahmud Usman alias Abu Pucok Alue.
dari tahun ketahun, Kantor Perwakilan Agama
Kabupaten Aceh Timur terus menerus mendapat bantuan gedung, sehingga pada tahun
1977/1978 lengkaplah bangunan gedungnya.
Dan pada tanggal 27 Desember 1981 Menteri Agama RI. H. Alamsyah Ratu 46 Perwira Negara datang
ke Aceh Timur untuk meresmikan pemalsuan gedung dan pembangunan Mushalla Kantor
Kementrian Agama Kabupaten Aceh Timur sekaligus penanda tanganan Prasasti, sehingga sesuai dengan
Lampiran VI Keputusan Menteri Agama RI. No. 373 Tahun 2002 Kantor Kementrian
Agama Kabupaten Aceh Timur sebagai Bagan Organisasi Kantor Departemen Agama
Kabupaten dengan Tipologi : IA yang Memiliki Struktur Organisasi :
C. NAMA-NAMA
KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA DARI MASA KE MASA
1.
Tgk.
Mahmud Usman (Abu Pucok Alue)
(Kepala
Perwakilan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur periode (1946 d/s 1953)
2.
Tgk.
Rasyid Adami
(Kepala
Perwakilan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur periode 1953
d/s 1963)
3.
Tgk.
Ali Pulo Sampoe
(Kepala
Perwakilan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur periode (1963 d/s 1972)
4.
T.
Ibrahim Hasan
(Kepala Perwakilan Kantor Departemen
Agama Kabupaten Aceh Timur periode
(1972 d/s 1974)
5.
Hasan
ZZ, BA
(Kepala
kantor Dep. Agama Kab. Aceh Timur Periode (1974 s/d 1987)
6.
Drs.
Zainuddin Saman
(Kepala
kantor Dep. Agama Kab. Aceh Timur Periode (1987 s/d 1993)
7.
Drs.
H. sayed Silahuddin Mohd
(Kepala
kantor Dep. Agama Kab. Aceh Timur Periode (1993 s/d 1994)
8.
Drs.
Jailani Sulaiman
(Kepala
kantor Dep. Agama Kab. Aceh Timur Periode (1994 s/d 1997)
9.
Drs.
H. abdullah A. rahman
(Kepala kantor
Dep. Agama Kab. Aceh Timur Periode (1997 s/d 2006)
Seiring dikeluarnya undang-undang RI.
No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Sebagai Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, maka disesuaikan lagi namanya menjadi
Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Dengan Kepala Kantor masih dijabat oleh Drs.
H. abdullah A. rahman.
10. Drs. H. Ibnu Sa’dan, M.Pd
(Kepala
Perwakilan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur periode (2006 d/s 2010)
Kemudian
dengan dikeluarnya Peraturan Mentri Agama RI. No. 1 tahun 2010 tentang
Perubahan Penyebutan Departemen Agama
Menjadi Kementrian Agama, maka
sebutanjabatan, kepala kantor berubah manjadi :
11. Drs. H. Faisal Hasan
(Kepala
Perwakilan Kantor Departemen Agama Kabupaten Aceh Timur periode (2010 d/s sekarang)
SEJARAH
KABUPATEaN ACEH TIMUR
PERJUANGAN MASA
PENJAJAHAN JEPANG
Pada tanggal 12 maret
1942, pasukan tentara Jepang mendarat dipantai Kuala Bugak Kecamatan Peureulak
Kabupaten Aceh Timur, selanjutnya menyebar seluruh penjuru Aceh Timur dan
daerah sekitarnya.
Masa penjajahan Jepang
walaupun tidak berlangsung lama namun membawa akibat penderitaan yang cukup
memprihatinkan, seluruh rakyat hidup dalam kondisi kurang pangan dan sandang
disertai dengan perlakuan kasar dari bala tentara Jepang terhadap rakyat yang
tidak manusiawi, akibatnya timbullah perlawanan/pemberontakan rakyat.
Setelah Hirosima dan
Nagasaki di bom atom oleh pasukan sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945 Jepang
menyerah tanpa syarat, atas inisiatif dari pemuka-pemuka masyarakat di Langsa,
Idi dan beberapa kota lainnya, mengadakan permusyawaratan untuk melakukan
perlawanan terhadap bala tentara Jepang secara bersama dan terkoordinir.
Dibawah pimpinan Oesman
Adamy (O.A) dan dibantu oleh sejumlah pemuda yang begitu bersemangat,
mengerahkan rakyat disetiap kota guna menyerbu tangsi Jepang. Pada penyerbuan
pagi hari, tanggal 5 Desember 1945 rakyat berhasil merebut sejumlah senjata,
peluru dan amunisi, kemudian pada tanggal 8 Desember 1945 dibawah pimpinan Mayor
Bachtiar juga rakyat mampu merebut senjata, peluru dan amunisi, selanjutnya
kesemua rampasan senjata tersebut dibagikan kepada rakyat/pemuda yang dikenal
dengan nama Angkatan Pemuda Indonesia (A.P.I) dibentuk pada awal oktober 1945,
atas prakarsa pemuda bekas tentara jepang yang bergabung dalam GIU GUN, HEIHO,
TOKOBETSU dan lain-lain.
Sejalan dengan lahirnya
API di Aceh, maka secara nasional di Jakarta diresmikan suatau organisasi
kemiliteran dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal
bakal TNI sekarang. setelah tentara Jepang kalah perang dan menyerah tanpa
syarat kepada sekutu, mereka ditarik ke daerah Sumatera Utara dipusatkan di
Medan.
Pada tanggal 18 Desember
1945 tentara Jepang mengadakan penyerbuan ke Aceh Timur dengan persenjataan
yang serba lengkap, namun tetap mendapat perlawanan dari rakyat dan TKR dengan
menghadangnya didaerah Halaban Sumatera Utara, pada pertempuran ini tentara
Jepang tidak sampai ke Aceh Timur dan kembali ke Medan. Berselang satu minggu,
yaitu tanggal 24 Desember 1945 tentara Jepang kembali mengadakan penyerbuan
disertai jumlah personil yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih
lengkap, dipimpin oleh seorang jenderal bernama Nakamura.
Kekuatan senjata yang
tidak seimbang, mengakibatkan tidak mampunya pasukan TKR dan rakyat menghadapi
bala tentara Jepang diperbatasan Sumatera Utara - Aceh. Didasari semangat juang
rakyat begitu tinggi, maka pasukan bala tentara Jepang tetap mendapat
perlawanan sepanjang jalan raya antara Kuala Simpang - Langsa (Meudang Ara,
Bukit Meutuah, Sei Lueng) dibawah pimpinan Mayor Bachtiar.
Perlawanan yang
dilakukan oleh pasukan TKR dan rakyat begitu gigihnya, sehingga sejumlah
pasukan TKR dan rakyat gugur, terpaksa pasukan TKR dan rakyat mundur sampai
dipertahanan Bukit Rata, Bukit Meutuah dan Batu Putih daerah Sungai Lueng.
Pasukan Jepang terus bergerak maju sampai ke Titi Kembar. Di Titi Kembar kembali mendapat perlawanan rakyat dengan memasang rintangan dari pepohonan disepanjang jalan, tujuannya adalah menghambat lajunya gerakan tentara Jepang memasuki Kota Langsa. Disaat tentara Jepang membuka rintangan, rakyat melakukan penyerangan dengan persenjataan yang lengkap, terpaksa pasukan rakyat mundur ke daerah perkampungan, sementara pasukan Jepang terus bergerak maju ke Kota Langsa.
Pasukan Jepang terus bergerak maju sampai ke Titi Kembar. Di Titi Kembar kembali mendapat perlawanan rakyat dengan memasang rintangan dari pepohonan disepanjang jalan, tujuannya adalah menghambat lajunya gerakan tentara Jepang memasuki Kota Langsa. Disaat tentara Jepang membuka rintangan, rakyat melakukan penyerangan dengan persenjataan yang lengkap, terpaksa pasukan rakyat mundur ke daerah perkampungan, sementara pasukan Jepang terus bergerak maju ke Kota Langsa.
Pasukan rakyat yang
mundur sebagian menuju ke arah Selatan sampai ke Kebun Lama dan sebagian lagi
ke arah Utara dan berkumpul di Meunasah Sei.Pauh dalam keadaan lapar dahaga.
Dalam pemeriksaan
pasukan TKR dan rakyat diketahui beberapa anggota Palang Merah tidak hadir
diduga mereka telah gugur. Kenyataannya benar bahwa komandan pasukan Palang
Merah (Sdr. Mansur Bahar) bersama beberapa orang anggotanya tewas
dalam kontak senjata disekitar Batu Putih - Titi Kembar.
Semangat Patriotisme
rakyat untuk mengusir penjajah cukup meluap-luap walaupun dengan pengorbanan
harta dan nyawa, hal ini terbukti beberapa hari setelah peristiwa di Titi
Kembar pasukan TKR dan rakyat kembali bergabung di Birem Bayeun (± 5 Km dari
Kota Langsa arah ke Barat), dipimpin oleh Kapten Hanafiah dan Tgk.
Ismail Usman merencanakan penyerbuan ke Kota Langsa.
Dalam perjalanan menuju
ke Kota Langsa mendapat informasi bahwa tentara Jepang telah meninggalkan Kota
Langsa menuju Medan dengan membawa seluruh perbekalan. Pasukan TKR dan rakyat
terus melanjutkan perjalanan memasuki Kota Langsa langsung ke pendopo dan
bermarkas di pendopo. Setelah situasi normal seluruh pasukan dikembalikan ke
induk pasukannya masing-masing.
PERJUANGAN MASA AGRESI
Rakyat Aceh walau dengan
bersenjatakan bambu runcing, rencong serta senjata tajam lainnya, secara bahu
membahu senantiasa berjuang menghadapi serangan militer Kolonial Belanda dengan
tujuan untuk menjajah kembali.
Berdasarkan Radiogram
panglima Sumatera (dikala itu dijabat oleh Mayor Jenderal Suharjowardoyo)
meminta kepada pemimpin rakyat Aceh untuk memperkuat pertahanan Medan Area dan
daerah Aceh sendiri, diharapkan agar Kota Medan direbut kembali.
0 comments:
Post a Comment